Teh Celup Cinta
Seperti teh celup!
Menyeruak lantas pergi! Merapi dan Merbabu pun terhenyak menyaksikan sandiwara
ini. Bercengkerama mentertawakan aku yang terjatuh dalam jebakannya. Sekejap
tetapi cukup menyakitkan! Engkau tahu tentu lebih tahu, lebih paham dan
pastilah ada hikmah di balik semua ini.
Seulas senyumku masih
akan tetap ada. Tidak berkurang kuantitasnya tidak juga menguap kadar manisnya.
Karena hanya dengan senyum inilah aku bisa meyakinkan diriku bahwa aku masih
menang atas dirinya! Meski harus merasakan sakit. Tetapi sakit ini akan aku
kenang, karena sakit inilah satu-satunya yang akan mengingatkanku agar hati ini
tidak akan melambung terbuai oleh buih-buihnya.
Meskipun demikian, aku
tetap tidak ingin memantik atau menggenggam bara api. Biarlah rintik hujan sore
ini membantuku menghanyutkan sakit ini. Biarlah aku tunggu terik sang surya
memancarkan radiasinya. Meski pun aku sendiri tidak pernah tahu berapa lama aku
harus menunggu. Tetapi aku yakin bias-bias pelangi akan terlukis dengan indahnya
di kanvas biru berbaur putih yang menjulang tinggi tak teraih olehku.
Terimakasih dariku
tetaplah pantas untuk kau terima. Meski mungkin tak akan terdengar sampai
telingamu. Tetapi ucapan ini tulus. Terimakasih telah mengajariku bagaimana
caranya tertawa setelah aku hampir lupa caranya sekaligus terimakasih juga kau
telah mengingatkanku bagaimana caranya menangis setelah aku lupa caranya dan
aku benci menyadari ada bening di ujung mataku. (Indah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar